BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sumber Daya Alam ada dengan berbagai wujud dan persebaran. Ada yang bisa diperbaharui, sebaliknya ada pula yang tidak bisa diperbaharui. Ada juga wilayah yang kaya akan sumber daya alam, sebaliknya ada wilayah yang miskin sumber daya. Semuanya itu seolah membentuk keseimbangan yang seharusnya dijaga. Wilayah yang melimpah akan sumber daya alam tertentu dapat memenuhi kebutuhan di wilayah yang kekurangan. Sumber daya yang tidak dapat diperbarui diusahakan keseimbangannya dengan pengelolaan berbasis prinsip ekoefisiensi dan keberlanjutan. Begitu pula dengan sumber daya alam yang lainnya. Pada hakikatnya kelestarian sumber daya alam bisa dicapai dengan pemanfaatan yang ekoefisien, mengelolanya dengan pedoman berkelanjutan dan berwawasan.
B. Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini penulis ingin mengetahui :
a. Ekoefisiensi
b. Pembangunan Berkelanjutan.
C. Tujuan
Dengan memperhatikan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan masalah adalah :
a. Untuk mengetahui ekofisiensi.
b. Untuk mengetahui pembangunan berkelanjutan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ekoefisiensi
Kehidupan manusia secara individu, bahkan sampai tingkat pembangunan di suatu daerah atau yang lebih tinggi, di tingkat negara misalnya, hampir selalu didasarkan pada pemanfaatan sumber daya alam. Energi memegang peran yang amat penting dalam kehidupan kita. Tanpa pasokan energi yang cukup laju ekonomi akan melambat. Penyediaan lapangan pekerjaan pun akan turun. Karena itu, penghematan konsumsi energi tak dapat ditawar.
Kuncinya ialah meningkatkan efisiensi penggunaan energi yang maknanya adalah memperbesar proporsi energi untuk proses produksi dan mengurangi proporsi energi yang terbuang. Akibatnya, jumlah energi yang dibutuhkan per unit produk / layanan akan turun. Ini berarti, biaya produksi per unit produk/layanan akan turun pula sehingga potensi profit per unit produk/layanan naik.
Dari segi lingkungan hidup karena proporsi energi yang terbuang turun, beban pencemaran per unit produk/layanan berkurang pula. Intensitas energi per unit produk/layanan juga turun sehingga laju deplesi sumber daya energi kita juga turun. Maka pemerintah untung, masyarakat untung, pengusaha untung, dan lingkungan hidup pun untung. Pendekatan ini disebut eko-efisiensi, yaitu efisiensi eko-nomi maupun efisiensi eko-logi. Dengan eko-efisiensi, kinerja ekonomi maupun kinerja lingkungan hidup ditingkatkan.
Namun sering kali pemanfaatan sumber daya alam tersebut pada tingkat eksploitasi yang tidak ramah terhadap lingkungan (ekologi). Bahkan demi kelangsungan proses pembangunan ekonomi, dalam konteks efisiensi diperlukan adanya perencanaan penggunaan, pengelolaan, dan penyelamatan sumber daya alam yang dilakukan dengan cermat. Perhitungan hubungan – hubungan ekologis perlu dilakukan untuk mengurangi akibat-akibat yang merugikan baik bagi kelangsungan pembangunan maupun kelangsungan ekosistem. Itulah gambaran prinsip ekoefisiensi dalam pengelolaan sumber daya alam. Sebelum menerapkan bagaimana ekoefisiensi yang tepat, diperlukan pemahaman mengenai jenis, kondisi, dan nilai setiap sumber daya alam. Bagaimana pun sumber daya alam mempunyai karakteristik khusus terutama dalam hubungannya dengan ekosistem dan pembangunan. Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui harus diusahakan keseimbangannya dengan pengelolaan berbasis prinsip ekoefisiensi dan Pembangunan Berkelanjutan. Begitu pula dengan sumber daya alam yang lainnya. Pada hakikatnya kelestarian sumber daya alam bisa dicapai dengan pemanfaatan yang ekoefisien, mengelolanya dengan pedoman berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Dalam prinsip ekoefisiensi, penggunaan sumber daya alam berdasarkan pemilihan peruntukannya menjadi sangat penting. Pemilihan peruntukan tersebut dilaksanakan atas dasar:
1. Efisiensi dan efektivitas penggunaan yang optimal dalam batas-batas kelestarian sumber daya alam.
2. Tidak mengurangi kemampuan dan kelestarian sumber daya alam lain yang berkaitan dalam suatu ekosistem, dan
3. Memberikan kemungkinan untuk mempunyai pilihan penggunaan di masa depan, sehingga perombakan ekosistem tidak dilakukan secara drastis.
B. Pembangunan Berkelanjutan (sustainable development )
Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan" (menurut Brundtland Report dari PBB, 1987. Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable development. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. Banyak laporan PBB, yang terakhir adalah laporan dari KTT Dunia 2005, yang menjabarkan pembangunan berkelanjutan sebagai terdiri dari tiga tiang utama (ekonomi, sosial, dan lingkungan) yang saling bergantung dan memperkuat. Untuk sebagian orang, pembangunan berkelanjutan berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi dan bagaimana mencari jalan untuk memajukan ekonomi dalam jangka panjang, tanpa menghabiskan modal alam. Namun untuk sebagian orang lain, konsep "pertumbuhan ekonomi" itu sendiri bermasalah, karena sumberdaya bumi itu sendiri terbatas.
Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas daripada itu, pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan. Dokumen-dokumen PBB, terutama dokumen hasil World Summit 2005 menyebut ketiga hal dimensi tersebut saling terkait dan merupakan pilar pendorong bagi pembangunan berkelanjutan.
Skema pembangunan berkelanjutan: pada titik temu tiga pilar tersebut, Deklarasi Universal Keberagaman Budaya (UNESCO, 2001) lebih jauh menggali konsep pembangunan berkelanjutan dengan menyebutkan bahwa "...keragaman budaya penting bagi manusia sebagaimana pentingnya keragaman hayati bagi alam". Dengan demikian "pembangunan tidak hanya dipahami sebagai pembangunan ekonomi, namun juga sebagai alat untuk mencapai kepuasan intelektual, emosional, moral, dan spiritual". dalam pandangan ini, keragaman budaya merupakan kebijakan keempat dari lingkup kebijakan pembangunan berkelanjutan.
Pembangunan Hijau pada umumnya dibedakan dari pembangunan bekelanjutan, dimana pembangunan Hijau lebih mengutamakan keberlanjutan lingkungan di atas pertimbangan ekonomi dan budaya. Pendukung Pembangunan Berkelanjutan berargumen bahwa konsep ini menyediakan konteks bagi keberlanjutan menyeluruh dimana pemikiran mutakhir dari Pembangunan Hijau sulit diwujudkan. Sebagai contoh, pembangunan pabrik dengan teknologi pengolahan limbah mutakhir yang membutuhkan biaya perawatan tinggi sulit untuk dapat berkelanjutan di wilayah dengan sumber daya keuangan yang terbatas.
Beberapa riset memulai dari definisi ini untuk berargumen bahwa lingkungan merupakan kombinasi dari ala dan budaya. Network of Excellence "Sustainable Development in a Diverse World" SUS.DIV, sponsored by the European Union, bekerja pada jalur ini. Mereka mengintegrasikan kapasitas multidisiplin dan menerjemahkan keragaman budaya sebagai kunci pokok strategi baru bagi pembangunan berkelanjutan.
Beberapa peneliti lain melihat tantangan sosial dan lingkungan sebagai kesempatan bagi kegiatan pembangunan. Hal ini nyata di dalam konsep keberlanjutan usaha yang mengkerangkai kebutuhan global ini sebagai kesempatan bagi perusahaan privat untuk menyediakan solusi inovatif dan kewirausahaan. Pandangan ini sekarang diajarkan pada beberapa sekolah bisnis yang salah satunya dilakukan di Center for Sustainable Global Enterprise at Cornell University.
Divisi PBB untuk Pembangunan Berkelanjutan mendaftar beberapa lingkup berikut ini sebagai bagian dari Pembangunan Berkelanjutan, diantaranya adalah Pertanian, Atmosfir, Keanekaragaman Hayati, Biotekhnologi, Pengembangan Kapasitas, Perubahan Iklim, Pola Konsumsi dan Produksi, Demografi, Penggurunan and Kekeringan, Pengurangan dan Manajemen Bencana, Pendidikan dan Kesadaran, Energi, Keuangan, Hutan, Air Segar, Kesehatan, Tempat tinggal, Indikator, Industri, Informasi bagi Pembuatan keputusan dan Partisipasi, Pembuatan Keputusan yang terintegrasi, Hukum Internasional, Kerjasama Internasional memberdayakan lingkungan, Pengaturan Institusional, Manajemen lahan, Kelompok Besar, Gunung, Strategi Pembangunan Berkelanjutan Nasional, Samudera dan Laut, Kemisinan, Sanitasi, Pengetahuan Alam, Pulau kecil, Wisata Berkelanjutan, Tekhnologi, Bahan Kimia Beracun, Perdagangan dan Lingkungan, Transport, Limbah (Beracun), Limbah (Radioaktif), Limbah (Padat), Air.
Pembangunan berkelanjutan merupakan konsep yang ambigu, dimana pandangan yang luas berada di bawah naungannya. konsep ini memasukkan pemahaman keberlanjutan lemah, keberlanjutan kuat, dan ekolog mendalam. konsep yang berbeda juga menunjukkan tarik ulur yang kuat antara eko (lingkungan) sentrisme dan antropo (manusia) sentrisme. Oleh karena itu konsep ini lemah didefinisikan dan mengundang debat panjang mengenai definisinya.
Selama sepuluh tahun terakhir, lembaga-lembaga yang berbeda telah berusaha mengukur dan memantau perkiraan atas apa yang mereka pahami sebagai keberlanjutan dengan mengimplementasikan apa yang disebut dengan matrik dan indikator keberlanjutan.
C. Deklarasi Rio tentang Lingkungan dan Pembangunan
Dalam ekoefisiensi yang dipentingkan adalah adanya sinergi antara lingkungan (ekologi) dan pembangunan, menyadari sifat terpadu dan saling keterkaitan yang melekat pada Bumi. Pada Juni 1992 Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) menyelenggarakan Konferensi mengenai Lingkungan dan Pembangunan PBB (The United Nations Conference on Environment and Development – UNCED) di Rio de Janiero Brazil dan menghasilkan Deklarasi Rio tentang Lingkungan dan Pembangunan yang menetapkan serangkaian asas sebagai pedoman pembangunan di masa mendatang.
Asas – asas ini berlandaskan gagasan dari Deklarasi Stockholm saat konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia pada tahun 1992. Deklarasi Rio manyatakan bahwa satu – satunya cara untuk mencapai kemajuan ekonomi jangka panjang ialah dengan mengaitkannya dengan perlindungan lingkungan. Hal ini hanya dapat terjadi bila bangsa – bangsa menjalin kemitraan global yang baru dan adil, yang melibatkan pemerintah, rakyat dan sektor – sektor kunci dalam masyarakat. Mereka perlu menciptakan kesepakatan – kesepakatan internasional yang melindungi keutuhan lingkungan global serta sistem pembangunan. Asas – asas Rio mencakup gagasan – gagasan berikut,
1. Manusia berhak atas kehidupan yang sehat dan produktif, dalam keselarasan dengan alam.
2. Pembangunan masa kini tidak boleh merugikan kebutuhan pembangunan serta kebutuhan Lingkungan generasi masa kini dan generasi mendatang.
3. Bangsa – bangsa memiliki hak dan kedaulatan untuk memanfaatkan sumber daya mereka sendiri, namun tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan di luar wilayah perbatasannya.
4. Bangsa – bangsa perlu menciptakan undang – undang internasional yang menjamin pemberian ganti rugi atas kerusakan yang ditimbulkan pada daerah – daerah di luar perbatasan oleh kegiatan – kegiatan di bawah pengawasannya.
5. Bangsa – bangsa perlu mengambil tindakan pencegahan untuk melindungi lingkungan. Jika, terdapat ancaman kerusakan yang parah atau tidak dapat dibalikkan, ketidak – pastian ilmiah hendaknya tidak digunakan untuk menangguhkan tindakan yang tepat guna menghindari Degradasi Lingkungan.
6. Untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, perlindungan lingkungan harus menjadi bagian integral dari proses pembangunan, dan tidak dapat dianggap terpisah dari proses tersebut.
7. Mengentaskan kemiskinan dan memperkecil kesenjangan dalam taraf kehidupan di berbagai pelosok dunia merupakan keharusan dalam mencapai pembangunan berkelanjutan dan memenuhi kebutuhan kebanyakan orang.
8. Bangsa – bangsa perlu bekerja sama untuk melestarikan dan memulihkan kesehatan dan keutuhan ekosistem Bumi. Negara – negara maju mengakui tanggung jawab mereka dalam upaya internasional menuju pembangunan berkelanjutan, mengingat tekanan yang mereka timbulkan pada lingkungan global dan mengingat teknologi dan sumber daya keuangan yang mereka miliki.
9. Bangsa – bangsa perlu mengurangi dan menghapuskan pola – pola produksi dan konsumsi yang tidak berkelanjutan, dan perlu mencanangkan kebijakan – kebijakan Demografi yang layak.
10. Masalah – masalah lingkungan dapat ditangani sebaik – baiknya dengan partisipasi semua warga negara yang bersangkutan.
11. Bangsa – bangsa perlu mendorong dan membangkitkan kesadaran serta partisipasi khalayak ramai dengan menyediakan informasi tentang lingkungan yang meluas.
12. Bangsa – bangsa perlu memberlakukan undang – undang yang efektif, dan menciptakan undang – undang nasional tentang jaminan bagi para korban pencemaran dan kerusakan lingkungan lainnya. Bilamana bangsa – bangsa tersebut mempunyai wewenang mereka perlu menganalisis dampak lingkungan dari usulan – usulan kegiatan yang mungkin akan berdampak merugikan.
13. Bangsa – bangsa perlu bekerjasama menegaskan suatu sistem ekonomi internasional yang terbuka, yang akan membawa pertumbuhan ekonomi serta pembangunan berkelanjutan di semua negara. Kebijakan – kebijakan yang menyangkut lingkungan hendaknya jangan digunakan sebagai sarana yang tidak dapat dibenarkan untuk menghambat perdagangan internasional.
14. Pihak pencemar pada pokoknya harus menanggung akibat pencemaran.
15. Bangsa – bangsa perlu saling memperingatkan akan adanya bencana alam atau kegiatan yang dapat menimbulkan dampak berbahaya di luar batas negara masing – masing.
16. Pembangunan berkelanjutan memerlukan pemahaman ilmiah yang lebih baik tentang masalah – masalahnya. Bangsa – bangsa perlu berbagi pengetahuan dan teknologi inovatif guna mencapai tujuan keberlanjutan.
17. Diperlukan partisipasi penuh para perempuan dalam mencapai pembangunan berkelanjutan juga diperlukan kreatifitas, semangat dan keberanian kaum muda serta pengetahuan asli. Bangsa – bangsa perlu mengakui dan mendukung identitas, kebudayaan dan kepentingan penduduk asli.
18. Perang membawa kehancuran pada pembangunan berkelanjutan, dan bangsa – bangsa perlu menghormati hukum – hukum internasional yang melindungi di masa – masa konflik bersenjata dan harus bekerjasama dalam menegakkan hukum tersebut. Perdamaian, pembangunan dan perlindungan adalah hal – hal yang saling berkaitan dan tidak terpisahkan.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
A. eko-efisiensi, yaitu efisiensi eko-nomi maupun efisiensi eko-logi. Dengan eko-efisiensi, kinerja ekonomi maupun kinerja lingkungan hidup ditingkatkan.
B. Pembangunan masa kini tidak boleh merugikan kebutuhan pembangunan serta kebutuhan Lingkungan generasi masa kini dan generasi mendatang.
b. Saran
Dalam kesempatan ini penulis mengajak kepada pembaca untuk mengimplementasikan gerakan “ONE STEP FOR BETTER INDONESIA”. Atas kecintaan terhadap lingkungan Indonesia. Bukan terpuruk karena merasa terlanjur dengan keadaan yang seperti sekarang ini. Mari kita hijaukan bumi kita untuk mengembalikan keadaan seperti semula. Di atas awan yang mendung tersimpan langit yang cerah seindah biasanya.
Di Indonesia sendiri telah terbentuk gerakan peduli lingkungan. Go Green Indonesia adalah upaya kita dalam menciptakan negeri yang hijau yang bertujuan melestarikan dan menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi semua makhluk. Empat hal pokok yang menjadi dasar dalam gerakan “Go Green Indonesia” adalah :
1. Reduce berarti kita mengurangi penggunaan bahan – bahan yang bisa merusak lingkungan. Reduce juga berarti mengurangi belanja barang-barang yang anda tidak “terlalu” butuhkan seperti baju baru, aksesoris tambahan atau apa pun yang intinya adalah pengurangan kebutuhan. Kurangi juga penggunaan kertas tissue dengan sapu tangan, kurangi penggunaan kertas di kantor dengan print preview sebelum mencetak agar tidak salah, baca koran online, dan lainnya.
2. Reuse berarti kegiatan penggunaan kembali sampah yang masih digunakan baik untuk fungsi yang sama maupun fungsi lain. Tapi yang paling dekat adalah memberikan baju yang kekecilan pada adik atau saudara anda, selain itu baju – baju bayi yang hanya beberapa bulan dipakai masih bagus dan bisa diberikan pada saudara yang membutuhkan.
3. Recycle adalah mendaur ulang barang. Paling mudah adalah mendaur ulang sampah organik di rumah anda, menggunakan bekas botol plastik air minum atau apapun sebagai pot tanaman, sampai mendaur ulang kertas bekas untuk menjadi kertas kembali. Daur ulang secara besar – besaran belum menjadi kebiasaan di Indonesia. Tempat sampah yang membedakan antara organik dan non – organik saja tidak jalan. Malah akhirnya lebih banyak gerilyawan lingkungan yang melakukan daur ulang secara kreatif dan menularkannya pada banyak orang dibandingkan pemerintah.
4. Repair menjadikan 3R menjadi 4R. Repair memang banyak dilupakan oleh banyak orang, dan ini sebenarnya adalah hal yang terpenting di Indonesia. Repair adalah usaha perbaikan demi lingkungan. Contoh memperbaiki barang-barang yang rusak agar bisa kita gunakan kembali seperti sepatu jebol yang kita perbaiki karena dengan begitu kita tidak perlu membeli sepatu baru. Hal lain yang lebih besar adalah reboisasi atau perbaikan lahan kritis karena dengan ini kita bisa memiliki daerah resapan yang lebih besar dan menahan limpahan air yang bisa menyebabkan longsor. Penanaman bakau juga merupakan perbaikan lingkungan. Vulkanisir ban juga repair sehingga dapat kita reuse.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.unisosdem.org/kliping_detail.php?aid=5208&coid=1&caid=56
Tidak ada komentar:
Posting Komentar