Minggu, 31 Juli 2011

Study Kasus Manajemen Berbasis Sekolah

BAB I
PENDAHULUAN
a.      Latar Belakang
Studi kasus adalah salah satu metode penelitian dalam ilmu sosial. Dalam riset yang menggunakan metode ini, dilakukan pemeriksaan longitudinal yang mendalam terhadap suatu keadaan atau kejadian yang disebut sebagai kasus dengan menggunakan cara-cara yang sistematis dalam melakukan pengamatan, pengumpulan data, analisis informasi, dan pelaporan hasilnya. Sebagai hasilnya, akan diperoleh pemahaman yang mendalam tentang mengapa sesuatu terjadi dan dapat menjadi dasar bagi riset selanjutnya. Studi kasus dapat digunakan untuk menghasilkan dan menguji hipotesis.
Dalam UU RI No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa wujud otonomi daerah (Otda) dalam pelaksanaannya adalah otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab. Otonomi yang luas artinya mencakup kewenangan semua bidang kecuali hankam, peradilan, moneter dan fiscal, agama, politik luar negeri dan kewenangan lainnya. Otonomi yang nyata artinya keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan didaerah. Otonomi yang bertanggung jawab artinya pertanggungjawaban daerah sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban daerah. (Tilaar 2006 : 495)
MBS berpotensi untuk meningkatkan partispasi masyarakat, kepala sekolah guru, administrator yang professional. Berdasar kebijakan pemerintah tentang upaya memperbaiki kualitas pembelajaran melalui MBS inilah maka diharapkan dapat membawa angin segar bagi para guru untuk melakukan kebebasan akademik dalam mendidik peserta didik termasuk didalamnya meningkatkan kualitas pembelajaran. Apabila pengambilan keputusan dilakukan ditempat yang paling dekat dengan berlangsungnya proses pembelajaran hal tersebut dapat membuat sekolah menjadi lebih baik. Oleh karena itu, memulai studi tentang iklim kelas dalam rangka manajemen berbasis sekolah dengan tujuan peningkatan kualitas pembelajaran disekolah sangat penting dan dibutuhkan menurut Tilaar (1998 : XII), “krisis pendidikan yang dihadapi Indonesia dewasa ini berkisar pada krisis manajemen. Menurutnya, manajemen pendidikan dirumuskan secara sederhana sebagai mobilisasi segala sumber daya pendidikan untuk mencaai tujuan pendidikan yang ditetapkan. Karena itu dengan diterapkannya MBS ini menjadi harapan banyak pihak agar krisis pendidikan akan bisa diselesaikan atau setidaknya bisa diminimalisasi”.
Banyak pakar dan pemerhati pendidikan menyumbangkan pikirannya untuk mengkaji model MBS yang sesuai dengan negeri ini. Pada dasarnya, tidak satu model MBS yang baku untuk semua kondisi yang berbeda-beda. Dengan MBS sekolah memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan yang terkait langsung dengan kebutuhan-kebutuhan sekolah. Dengan MBS, unsur pokok sekolah memegang kontrol yang lebih besar pada setiap kejadian disekolah.
Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) diharapkan mampu menjadi jawaban atas paradigma baru manajemen yang diperlukan. Manajemen pendidikan menurut MBS adalah manajemen yang berpusat pada sumber daya yang ada pada sekolah itu sendiri, sehingga akan terjadi perubahan paradigma manajemen sekolah yang semula diatur oleh birokrasi diluar sekolah menuju pengelolaan yang berbasis pada potensi internal sekolah.

b.      Rumusan Masalah
Melihat dari judul dan latar belakang penulis ingin mengetahui kasus – kasus yang terjadi dalam Manajemen Berbasis Sekolah.
c.       Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui kasus – kasus yang terjadi dalam Manajemen Berbasis Sekolah.

BAB II
PEMBAHASAN
Dalam penulisan makalah ini ada beberapa penelitian yang relevan dan dapat dijadikan bahan telaah oleh penulis, diantaranya :
1.      Studi Kasus MBS di MI Ma’arif
Wiwik Setayawati (STAIN : 2003) NIM 99101 dalam sekripsinya yang berjudul Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Pengaruhnya Terhadap Peningkatan Kualitas Pendidikan di MI Ma'arif, Donoharjo, Magelang tahun 2003 dalam skripsinya ia menyimpulkan bahwa :
a.       Variable MBS dan pengaruhnya terhadap kualitas Pendidikan di MI Ma'arif tergolong sedang. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil keterangan 20 responden guru yang memberikan MBS pada kategori baik 7 orang atau 35 % pada kategori sedang sedang 11 orang atau 55% dan pada kategori rendah berjumlah 20 orang atau 10 %.
b.      Dari analisa data penelitian dengan menggunakan analisa product moment diperoleh hasil 0,544 yang lebih besar dari pada taraf signifikan 5% (0,444) dengan demikian hipotesa yang diajukan penulis diterima yaitu bahwa ada pengaruh positif antara manajemen berbasis sekolah dan peningkatan kualitas pendidikan di MI Ma'arif.
c.       Dengan pelaksanaan MBS ternyata berpengaruh pada kualitas pendidikan baik itu dari segi input, proses ataupun out put terdapat 3 faktor yang mempengaruhi proses MBS di MI Ma'arif Donorojo Magelang :
1)      Pengelolaannya terbuka
2)      Proses yang bermutu dan kreatif
3)      Peran aktif masyarakat yang mencakup fasilitas fisik serta diikutkan dalam menentukan kebijakan – kebijakan strategi madrasah bagi pengembangan madrasah
2.      Studi Kasus MBS di SMU Muhammadiyah 06 Surakarta
Bambang Rahardja (Program Magister Studi Islam UMS : 2003) NIM : O 000990008 dalam tesisnya yang berjudul Manajemen SMU Islam Berwawasan Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Studi Kasus SMU Muhammadiyah 06 Surakarta Tahun 2002 pada penelitian ini ia menyimpulkan bahwa :
1)      Pada intinya pemberdayaan kegiatan manajerial sekolah, ditujukan kepada unsur – unsur sekolah diantaranya kepala sekolah, guru tenaga administrasi, orang tua, siswa dan masyarakat sekolah untuk memperbaiki kinerja sekolah dalam proses kemandirian.
2)      Pemberdayaan manajerial SMU Muhammadiyah 6 Surakarta dengan dimensinya yakni : Manajemen perencanaan program, prasarana dan sarana, hubungan dengan masyarakat mendapatkan kesimpulan sebagai berikut :
a.       Pelaksanaan manajemen sekolah disegala dimensinya belum menunjukkan kemandirian sekolah pada kriteria sekolah yang mandiri secara maksimal, ditandai dengan masih bergantungnya kepada pihak lain dari aspek – aspek tertentu, misalnya sarana pisik yang masih menempati gedung milik lembaga lain. Kelembagaan, ditandai dengan belum koordinasi dengan baik antara sekolah Muhamadiyah Cabang Banjarsari dan orang tua siswa dalam aspek pendanaan. Aspek ketenagaan, ditandai dengan belum memiliki tenaga guru dan administrasi tetap. Aspek selebihnya belum dapat dimanfaatkan secara optimal, misalnya : hubungan dengan masyarakat pendidikan sebagai mitra sekolah belum dimanfaatkan secara optimal. Namun kekurang mandirian diminimalisir dengan mengembangkan sikap personal sekolah dengan nilai keikhlasan dan kualitas pembelajaran dengan indikasi semangat membimbing belajar siswa dengan mengefektifkan belajar siswa.
b.      Walaupun manajemen sekolah belum menunjukkan kemandirian maksimal, namun telah memberikan pengaruh dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Hal ini ditandai dengan perekrutan guru yang cukup berpotensi ditambah dengan mengikutsertakan guru pada MGMP dan peningkatan pengamalan keagamaan. Hasil yang dapat dihimpun adalah perencanaan pembelajaran, pembelajaran pada aspek memotivasi siswa, memimpin belajar siswa, memanfaatkan dan memanipulasi alat peraga, interaksi pendidikan dalam pembelajaran. Ini semua ditempuh untuk mencapai tujuan sekolah.
3.      Studi Kasus MBS di SMP Nurul Islam Ngemplak Boyolali
Fathurohmani (UMS, 2005) dalam sekripsinya Manajemen Pendidikan di SMP Nurul Islam Ngemplak Boyolali. Mengungkapkan bahwa untuk meningkatkan kualitas pendidikan dapat ditempuh dengan cara pengelolaan pendidikan proposional, baik melalui total quality manajemen, MBS atau proposionalisme dalam manajerialnya, semua harus dikembalikan pada staf ahlinya dan berdasarkan perilaku Rosululloh Sholallohu 'alaihi Wasallam yaitu : pertama, shidiq artinya dalam melaksanakan manajemen harus didasari rasa kejujuran baik dalam memutuskan perkara laporan keuangan dan operasional kerja. Kedua Fathonah artinya proporsionalisme dalam kerja sehingga diperoleh hasil yang maksimal. Ketiga, Amanah artinya setiap pelaksanaan pendidikan harus bertanggung jawab terhadap kinerjanya. Keempat Tabligh artinya menyampaikan hal ini bisa berupa pesan dari anak didik atau orang tua kepada lembaga sekolah atau informasi dan ilmu yang harus disampaikan.
4.      Studi Kasus MBS di SD Muhammadiyah IV
Pertama, implementasi MBS di SD Muhammadiyah IV telah dirintis sejak tahun 2003, dengan mitra kerja UNICEF, melalui serangkaian tahapan antara lain; (a) sosialisasi, (b) pelatihan, (c) perumusan visi, misi tujuan pendidikan, (d) mengidentifikasi fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran sekolah berdasarkan standard yang berlaku, (e) melakukan evaluasi dan analisis kelembagaan antara kondisi nyata dan standard yang akan dicapai, (f) menyusun rencana pengembangan kelembagaan (sekolah), (g) melaksanakan rencana pengembangan sekolah, dan (h) melakukan monitoring dan evaluasi. Melalui implementasi MBS selama kurun waktu 5 tahun ini, setidaknya Sekolah telah banyak merasakan manfaat dari otonomi pengelolaan sekolah di mana jalur birokrasi pendidikan manajemen sekolah dapat berjalan makin efektif dan efesien, pembelajaran makin kreatif dan variatif, transparansi manajemen keuangan sekolah dan meningkatnya partisipasi masyarakat.
Kedua, implementasi MBS di SD Muhammadiyah IV berimplikasi positif pada mutu atau kualitas dan layanan pendidikan meliputi :
a.       prestasi akademik dan non akademik yang meningkat,
b.      pembelajaran yang efektif dan efesien,
c.       kepemimpinan yang transformatif dan visioner,
d.      meningkatnya kinerja dan profesionalisme guru, dan
e.       partisipasi dan kepercayaan masyarakat meningkat.
Ketiga, faktor pendukung yang paling berpengaruh dalam keberhasilan program MBS di SD Muhammadiyah IV antara lain:
A.    Kepemimpinan yang efektif
Figur Kepala sekolah yang selalu memberikan tauladan dan inspirasi untuk mendedikasikan diri secara total pada profesi mampu menjadi motivator bagi para guru untuk terus mengupayakan perbaikan kinerjanya,
B.     Tata nilai
Tata nilai spiritualitas yang dielaborasikan dan di internalisasikan dalam iklim kerja sekolah juga turut andil sebagai faktor pendukung. Tata nilai tersebut antara lain:
a.       Nilai ibadah
Nilai ibadah merupakan salah satu nilai dasar yang diyakini dan dikembangkan di SD Muhammdiyah IV. Nilai Ibadah dalam perspektif sekolah dalam hal ini yayasan, kepala sekolah, guru dan karyawan adalah melaksanakan dan mengelola pendidikan dengan motivasi pengabdian (ibadah) kepada Allah. Meski demikian, sekolah tetap melakukan pengawasan atau control terhadap kinerja para pengurus yayasan, kepala sekolah, guru dan karyawan.
b.      Nilai jihad
Melaksanakan tanggung jawab dan kinerja sebagai praktisi pendidikan yang mencerdaskan kehidupan generasi muslim adalah salah satu bentuk jihad yang mulia.
c.       Nilai Fastabiq al khiraat
Nilai fastabiqul khaairat diderivasi dari sunnah nabi. Bahwa berkompetisi untuk kebaikan adalah suatu hal yang mulia.
d.      Nilai disiplin dan keteladanan
Kedisiplinan dan keteladanan adalah dua niali yang menjadi corak khas SD Muhammdiyah IV. Praktisi pendidikan adalah role model bagi siswa, maka sedapatnya diupayakan bagi seluruh komponen praktisi pendidikan untuk mampu menjadi tauladan yang baik bagi siswa. Tauladan adan media yang paling efektif untuk pembelajaran budi pekerti atau akhlaq siswa.
C.     Networking
Kerjasama dengan berbagai pihak membuat SD muhammdiyah IV lebih leluasa untuk mengembangkan diri, baik dari sisi finansial, pengembangan kelembagaan dan pengembangan SDM. Sedangkan faktor penghambat pelaksanaam MBS di SD Muhammadiyah IV antara lain:
1)      Masih terbatasnya sarana prasarana sekolah dalam penyelenggaraan program sekolah seperti ruang kelas, ruang lab computer dan perangkatnya.
2)      Masih ada sebagian kecil orang tua siswa yang kurang responsif dengan program sekolah mengingat orangtua siswa SD Muhammadiyah IV sangatlah heterogen baik dari status sosial, maupun latar belakang pendidikan.



BAB III
PENUTUP
a.      Kesimpulan
Dari penelitian diatas menunjukkan bahwa dengan pelaksanaan MBS ternyata berpengaruh pada kualitas pendidikan baik itu dari segi input, proses ataupun output. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan dapat ditempuh dengan cara pengelolaan pendidikan proposional, baik melalui total quality manajemen, MBS atau proposionalisme dalam manajerialnya, semua harus dikembalikan pada staf ahlinya dan berdasarkan perilaku. Dengan MBS juga diharapkan sekolah lebih memiliki kemandirian, juga mampu memberdayakan stakeholder yang ada untuk meningkatkan kualitas sekolah tersebut.
b.      Saran
Dari hasil penelitian tentang implementasi MBS, maka peneliti menyampaikan beberapa saran sebagai berikut:
1.      Bagi para pengelola pendidikan
Otonomi pendidikan memberikan kewenangan pada para pengelola sekolah mengelola sekolah sesuai kemampuan sumber daya yang ada secara lebih mandiri. Di era globalisasi yang kompetitif ini, manajemen sekolah tidak boleh dilakukan asal jadi. Kompetisi antara satu daerah dengan daerah lain ataupun sekolah satu dengan sekolah lain sangat ketat terutama bagi sekolah swasta. Kompetisi mutu akan menjadi garis demarkasi antara hidup dan mati. Reformasi adalah langkah bijak. Pentingnya mutu merupakan salah satu alasan krusial untuk perbaikan sekolah secara berkelanjutan. Tidak ada jalan lain kecuali pengelola sekolah mau merenungkan, ke mana sekolah akan dibawa? Pertanyaan ini menyangkut visi, misi dan strategi. Apa yang harus disiapkan untuk survivenya sekolah,? Siapa yang harus dilibatkan dalam memberdayakan sekolah? Manajemen diterapkan untuk mendukung kemajuan yang diharapkan? Apa harapan orang tua, pelajar dan masyarakat dari mutu sekolah dan para pengelola sekolah adalah motor bagi gerakan menciptakan sekolah yang efektif.
2.      Bagi para guru
Guru merupakan salah satu komponen vital pembelajaran. Kesadaran dan kemauan guru untuk selalu melakukan peningkatan kompetensi dan profesionalisme, jelas akan memberi korelasi positif pada peningkatan proses dan hasil pendidikan. Setidaknya ada 4 kompetensi yang perlu dimiliki dan dikembangkan oleh guru sepanjang kariernya diamanatkan undang-undang sistem pendidikan nasional (UUSPN) bab IV pasal 28 ayat 3 tahun 2005 tentang kompetensi guru, meliputi; (a) kompetensi pedagogik, (b) kompetensi kepribadian, (c) kompetensi profesional, dan (d) kompetensi sosial. Oleh karena itu, guru dituntut untuk selalu kreatif dan inovatif dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah.
3.      Bagi para praktisi pendidikan
Agar sekolah-sekolah ungulan yang bernuansa Islam tetap survive dan mampu merespon kebutuhan masyarakat pada setiap zaman, maka ia harus memiliki strategi peningkatan kualitas mutu dan layanan pendidikan. Strategi tersebut kemampuan memperbaiki dan merumuskan tujuan pendidikan yang jelas. Tujuan tersebut selanjutnya dirumuskan dalam program pendidikan yang aplicable, metode dan pendekatan yang partisipatif, guru yang berkualitas, lingkungan pendidikan yang kondusif serta sarana dan prasarana yang relevan dengan tujuan pendidikan.

 DAFTAR PUSTAKA

0 komentar:

Posting Komentar